Namunyang seringkali terjadi, sebagian kalangan beranggapan bahwa nafkah suami kepada istri adalah biaya kehidupan rumah tangga atau uang belanja saja. Pemandangan sehari-harinya adalah suami pulang membawa amplop gaji, lalu semua diserahkan kepada isterinya. Cukup atau tidak cukup, pokoknya ya harus cukup.
Transaksijual beli yang memiliki kasta tertinggi dalam Islam adalah transaksi jual beli antara Tuhan dengan manusia beriman. Apa yang menjadi objek jual beli dan berapa harganya? istri, suami, orang tua, adik, kakak, atau siapa saja yang ada di dalam rumah-rumah kita. Bom pesawat tempur mereka yang mereka muntahkan di Gaza sama saja dengan
Jumat 20 Februari 2015. ANTARA NAFKAH ISTRI DAN UANG BELANJA
12Ciri – Ciri Suami Durhaka Terhadap Istri Menurut Islam. Dalam Al-Qur’an Surat An- Nisa’ ayat 34 disebutkan, bahwasannya kaum lelaki (suami) adalah pemimpin bagi kaum wanita (istrinya). Seorang suami dituntut untuk bisa mendidik, melindungi, serta selalu menegakkan kebenaran dalam kehidupan rumah tangganya.
DwiFahmi As-Shibrony, - (2021) Pelaksanaan Kewajiban Nafkah Suami Terhadap Istri Dalam Masa Iddah Pada Putusan Pengadilan Agama Jember (Nomor: 2764/Pdt.G/2018/PA.Jr dan Nomor: 332/Pdt.G/2019/PTA.Sby). Undergraduate thesis, Fakultas Syariah Jurusan Hukum Islam Program Studi Hukum Keluarga (HK).
Sebelumnyamaaf kalo repost, tapi mudah2an kagak Ane mengutip dari Sumber Akhwatmuslimah.com, ada artikel menarik yg mungkin sering menjadi permasalahan dalam rumah tangga. Berikut isinya. Apakah Anda sudah tahu perbedaan uang belanja dan uang nafkah? Inilah kisah yang akan saya bagikan kepada pembaca semua disini. Uang belanja
KEPi. Sebuah status Facebook viral, dibagikan lebih dari 60 ribu pengguna Facebook lainnya. Apa pasal? Ia mengunggah foto dua amplop berisi uang, yang satu bertuliskan uang shopping, satu lagi bertuliskan uang belanja. Lantas ia menuliskan bahwa uang nafkah berbeda dengan uang belanja. Benarkah demikian? Apa itu nafkah, apa saja jenisnya, bagaimana hukum nafkah untuk istri dan bagaimana ketentuan jumlahnya? Berikut ini pembahasannya. Pengertian NafkahJenis Nafkah1. Nafkah Tersebab Pernikahan2. Nafkah Tersebab Hubungan Kekerabatan3. Nafkah Tersebab Hak KepemilikanDalil Wajibnya Nafkah untuk IstriSyarat Menerima Nafkah1. Ikatan perkawinan yang sah2. Menyerahkan diri kepada suaminya3. Suaminya dapat menikmatinya4. Tidak menolak apabila suami mengajak pindah rumah5. Kedua-duanya bisa saling menikmatiBesaran Nafkah untuk Istri1. Sesuai Kebutuhan Istri2. Sesuai Kemampuan Suami3. Kebutuhan Pokok Nafkah berasal dari bahasa Arab an-nafaqaat النفقات yang merupakan bentuk jamak dari an-nafaqah النفقة. An-nafaqah terambil dari kata al-infaq الإنفاق, asalnya adalah anfaqa-yunfiqu انفق – ينفق yang artinya mengeluarkan, menghabiskan. Dengan demikian, secara bahasa etimologi, nafkah adalah sesuatu yang seseorang infakkan atau keluarkan untuk keperluan keluarganya. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam Wa Adillatuhu menjelaskan, pengertian nafkah secara istilah terminologi menurut syara’ adalah kecukupan yang seseorang berikan dalam hal makanan, pakaian, dan tempat tinggal untuk keluarganya. Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah, nafkah adalah memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal, pembantu rumah tangga, dan pengobatan istri. Sedangkan dalam Fiqih Manhaji, nafkah adalah semua yang manusia butuhkan baik berupa makanan, pakaian, maupun tempat tinggal. Baca juga Ayat Kursi Jenis Nafkah Dalam fiqih, nafkah ada beberapa macam. Nafkah-nafkah ini terbagi dalam dua golongan besar. Pertama, nafkah yang wajib dikeluarkan seseorang untuk dirinya sendiri. Kedua, nafkah yang wajib dikeluarkan untuk orang/pihak lain. Nah, nafkah untuk orang/pihak lain ini diklasifikasikan menjadi tiga bagian; nafkah sebab pernikahan, nafkah sebab kekerabatan, dan nafkah sebab kepemilikan. Setiap bagian memiliki penjelasan tersendiri. 1. Nafkah Tersebab Pernikahan Nafkah yang wajib seseorang keluarkan tersebab pernikahan tidak lain adalah nafkah untuk istri. 2. Nafkah Tersebab Hubungan Kekerabatan Nafkah sebab kekerabatan, para ulama berbeda pendapat. Menurut madzhab Maliki, orang yang wajib menerima nafkah tersebab kekerabatan adalah ayah, ibu, dan anak. Menurut madzhab Syafi’i, mereka adalah orang tua ke atas dan anak ke bawah. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, lebih luas lagi, yakni kerabat yang memiliki hubungan mahram. Ada pun menurut madzhab Hanbali, mereka adalah kerabat yang berhak mendapatkan warisan. 3. Nafkah Tersebab Hak Kepemilikan Misalnya binatang ternak dan hewan peliharaan. Orang yang memeliharanya harus memberikan nafkah berupa makanan dan minuman. Tidak boleh menyiksanya dan tidak boleh membebaninya dengan beban yang melebihi kesanggupannya. Juga, tidak boleh mencampur binatang dan pemangsanya misal ayam dan banteng. Baca juga Asmaul Husna Dalil Wajibnya Nafkah untuk Istri Memberi nafkah kepada istri hukumnya wajib menurut Al-Qur’an, hadits, dan ijma’. Ada pun dalilnya dari Al-Qur’an antara lain sebagai berikut وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf …. QS. Al-Baqarah 233 أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ Tempatkanlah mereka para isteri di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka …. QS. At-Thalaq 6 لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. QS. At-Thalaq 7 Dalil dari hadits, di antaranya sebagai berikut خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku. HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah; shahih فَاتَّقُوا اللَّهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ. فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ Bertakwalah kepada Allah dalam urusan wanita. Sesungguhnya kalian telah mengambil mereka sebagai amanat Allah dan menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah, dan mereka wajib menjaga untukmu supaya tidak ada seorang lelaki pun yang kamu benci memasuki kamarmu. Apabila mereka melakukan itu, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Dan kalian wajib memberi makan dan pakaian kepada mereka secara ma’ruf. HR. Muslim عَنْ مُعَاوِيَةَ الْقُشَيْرِىِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ قَالَ أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ Dari Muawiyah al-Qusyairi, ia berkata, aku bertanya, “Ya Rasulullah, apa hak istri kami?” Beliau bersabda, “Engkau memberinya makan apa yang engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian. Janganlah engkau pukul mukanya, janganlah engkau menjelekannya, dan janganlah engkau meninggalkannya melainkan masih dalam satu rumah.” HR. Abu Dawud; hasan عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ هِنْدَ بِنْتَ عُتْبَةَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ ، وَلَيْسَ يُعْطِينِى مَا يَكْفِينِى وَوَلَدِى ، إِلاَّ مَا أَخَذْتُ مِنْهُ وَهْوَ لاَ يَعْلَمُ فَقَالَ خُذِى مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ Dari Aisyah bahwa Hindun binti Utbah pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang kikir. Ia tidak mau memberi nafkah kepadaku dan anakku sehingga aku mesti mengambil darinya tanpa sepengetahuannya.” Maka Rasulullah bersabda, “Ambillah apa yang mencukupi untuk keperluan kamu dan anakmu dengan cara yang baik.” HR. Bukhari dan Muslim Sedangkan dalil dari ijma’, Ibnu Qudamah mengatakan, “Para ulama sepakat tentang kewajiban suami memberikan nafkah kepada istri-istrinya jika suami sudah berusia baligh kecuali kalau istrinya itu berbuat durhaka.” Baca juga Kalimat Thayyibah Syarat Menerima Nafkah Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa syarat wanita menerima nafkah ada lima, yaitu 1. Ikatan perkawinan yang sah Jika pernikahannya tidak sah, batal, atau cerai, suami tidak wajib memberikan nafkah kepada istri. Contoh, istri murtad. 2. Menyerahkan diri kepada suaminya Istri yang tidak mau menyerahkan dirinya kepada suami, misalnya setelah akad nikah kemudian kabur, suami tidak wajib memberinya nafkah. 3. Suaminya dapat menikmatinya Misalnya istri yang tidak mau berhubungan dengan suaminya padahal sudah menikah, atau tidak mau disentuh, suami tidak wajib memberinya nafkah. 4. Tidak menolak apabila suami mengajak pindah rumah Jika suami mengajak pindah, entah karena pekerjaan atau hal lain yang tidak membahayakan, istri wajib mengikutinya. Jika istri menolak mengikuti suami, suami tidak wajib memberinya nafkah. Demikian pula istri yang tidak mau pindah dari rumah orang tuanya ke rumah suami tanpa alasan syar’i. 5. Kedua-duanya bisa saling menikmati Jika terhalangnya karena istri sakit atau tersebab kendala suami, suami tetap wajib memberinya nafkah. Baca juga Niat Sholat Tahajud Besaran Nafkah untuk Istri Berapakah besar nafkah yang wajib suami berikan kepada istri? Dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tidak ada ketentuan besarannya secara rinci. Namun, Al-Qur’an menggunakan istilah ma’ruf. Bahwa nafkah itu harus cukup, layak, dan pantas. Kedua, sesuai uaikan dengan kemampuan, sebagaimana dalam Surat Ath Talaq ayat 6 dan 7. Ketentuan umum seperti ini sebenarnya memberikan kemudahan dan kebaikan untuk seluruh keluarga muslim. Di satu sisi ia tidak memberatkan suami, di sisi yang lain tidak menzalimi istri. Lalu bagaimana menentukan kadar ma’ruf nafkah suami kepada istri, berapa besaran minimalnya? Di sinilah para ulama berijtihad. Setidaknya ada tiga poin penting yang menjadi pertimbangan para ulama untuk menentukannya. 1. Sesuai Kebutuhan Istri Pendapat pertama, besaran nafkah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan istri. Berdasarkan hadits Hindun binti Utbah yang Rasulullah persilakan mengambil harta suaminya yang bakhil, sebagian ulama menentukan besarnya nafkah untuk istri diukur menurut kebutuhan istri dengan ukuran yang makruf. “Hadits ini menunjukkan bahwa jumlah nafkah diukur menurut kebutuhan istri dengan ukuran yang makruf, yaitu ukuran yang standar bagi setiap orang di samping memperhatikan kebiasaan yang berlaku pada keluarga istri,” terang Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah. “Karenanya, jumlah nafkah berbeda menurut zaman, tempat, dan keadaan individunya.” 2. Sesuai Kemampuan Suami Pendapat kedua, besaran nafkah sesuai dengan kemampuan suami, bukan keadaan istri. Kalangan Hanafiyah menetapkan jumlah nafkah istri sesuai dengan kemampuan suami tanpa melihat keadaan istrinya. Mereka berdalil dengan Surat Ath Thalaq ayat 6 dan 7. Madzhab Syafi’i sejalan dengan Madzhab Hanafi ini. Bahwa menentukan jumlah nafkah bukan berdasarkan kebutuhan tetapi diukur berdasarkan hukum syara’ dengan mempertimbangkan kemampuan suami. Maka dalam madzhab ini, suami yang kaya wajib memberikan nafkah dua mud per hari. Sedangkan suami yang miskin, wajib memberikan nafkah satu mud per hari. Antara keduanya, bisa 1,5 mud per hari. Jangan heran jika ketentuannya dalam bentuk mud. Ketentuan ini berdasarkan kafarat. Satu mud setara dengan 6 ons gandum atau beras. Berarti itu makanan? Ya. Mayoritas ulama fiqih ketika membahas nafkah, yang paling banyak dibicarakan adalah makanan. Bukan berarti pakaian dan tempat tinggal tidak wajib. 3. Kebutuhan Pokok Baik pendapat pertama maupun kedua, keduanya tidak membatasi nafkah hanya makanan. Nafkah yang wajib minimal meliputi kebutuhan pokok. Minimalnya adalah makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Bahkan, mayoritas ulama menambahkan beberapa hal lain sebagai nafkah minimal. Makanan Mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan. Juga tradisi yang berlaku di masyarakat setempat. Dalam masyarakat kita, makanan artinya makan tiga kali sehari. Jika bisa, empat sehat lima sempurna. Pakaian Jika suami miskin, menurut ulama Syafi’iyah, minimal memberikan dua pakaian. Setiap kali rusak, suami wajib mengganti pakaian tersebut. Dan pakaian di sini harus menutup aurat secara sempurna. Di masa sekarang, mayoritas masyarakat kita memiliki banyak pakaian. Bahkan pakaian tertentu hanya cocok untuk momen tertentu. Misalnya pakaian resmi, baju rumahan, pakaian ke walimah, seragam pengajian, dan lain-lain. Di satu sisi menyesuaikan dengan kebutuhan, di sisi lain juga tidak boros. Masalah merk, menyesuaikan dengan kemampuan suami, jangan berlebih-lebihan. Tempat tinggal Suami wajib memberikan tempat tinggal untuk istri yang tidak bercampur dengan keluarga lain. Namun jika istri rela untuk tinggal di rumah mertua, hal itu tidak mengapa. Idealnya tempat tinggal ini adalah rumah miliki sendiri, meskipun kecil. Namun, jika suami belum mampu membeli rumah, tempat tinggal bisa diperoleh dengan sewa atau kontrak. Termasuk dalam kewajiban tempat tinggal ini adalah perabot rumah tangga dan alat kebersihan yang istri butuhkan. Obat-obatan kesehatan Sebagian ulama menyebut obat-obatan bukan kewajiban suami. Namun, pendapat ini tertolak. Bahkan banyak ulama menjelaskan, obat-obatan kesehatan lebih penting daripada makanan karena jika seseorang sakit, ia tidak bisa menikmati makanan. Dan betapa buruknya seorang suami yang hanya menyukai dan menafkahi istrinya di kala sehat, tetapi tidak bertanggungjawab saat istrinya sakit. Make up Memang para ulama dahulu tidak menyebut make up, karena istilah tersebut belum ada di waktu itu. Namun kita bisa menggunakan istilah ini untuk mengelompokkan alat-alat berhias yang para ulama sebutkan. Ulama Malikiyah berkata, “Suami juga wajib menyediakan alat-alat berhias yang penting untuk istri seperti celak, minyak, dan sejenisnya.” Para ulama Syafi’iyah menambahkan sisir. Sedangkan ulama Hanabilah menambahkan sabun. Jadi, make up yang diperbolehkan bagi seorang muslimah merupakan salah satu bentuk nafkah yang harus suami sediakan untuk istrinya. Ada pun jenis dan merk-nya, tentu menyesuaikan dengan kemampuan suami. Pembantu Para ulama sepakat bahwa seorang istri wajib mendapatkan pembantu jika suami kaya dan istri terbiasa mendapatkan pelayanan sewaktu masih tinggal bersama orang tuanya. Atau istri memiliki harkat yang tinggi atau sedang sakit. Bahkan menurut pendapat ulama Malikiyah, suami yang kaya wajib menyediakan dua pembantu untuk istrinya. Satu pembantu di dalam rumah dan satu pembantu untuk urusan keluar rumah. Namun, menurut mayoritas ulama tidak wajib menyediakan pembantu lebih dari satu. Demikian fiqih nafkah mulai dari pengertian, jenis, hukum nafkah untuk istri dan bagaimana ketentuan jumlahnya. Semoga bermanfaat dan Allah memudahkan kita semua untuk memenuhi semua nafkah yang menjadi kewajiban kita. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Rasulullah SAW bersabda, "Dan mereka para istri mempunyai hak diberi rizki dan pakaian nafkah yang diwajibkan atas kamu sekalian wahai para suami". HR. Muslim2137Nafkah istri dan uang belanja adalah dua hal yang berbeda, tidak sedikit orang beranggapan bahwa nafkah yang wajib diberikan oleh suami kepada istrinya adalah uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya saja, atau yang disebut dengan uang belanja. Padahal kedua hal tersebut berbeda, uang belanja berupa uang untuk memenuhi kebutuhan yang digunakan sehari-hari, sedangkan nafkah istri adalah hal yang khusus diberikan kepada istrinya uang jajan. Karena hal ini juga sudah kewajiban seorang suami untuk memberi nafkah kepada istrinya berupa uang belanja maupun uang nafkah untuk istri atau uang jajannya. Rasulullah SAW bersabda, "Dan mereka para istri mempunyai hak diberi rizki dan pakaian nafkah yang diwajibkan atas kamu sekalian wahai para suami". HR. Muslim2137. Dalam hadist ini disebutkan ada dua nafkah yang wajib diberikan seorang suami kepada istrinya, namun tetap sesuai dengan kemampuannya dalam memberikan hak istri agar lebih jelas, silahkan simak penjelasan dibawah ini itu memiliki hak belanja uang saku istri yang harus dipenuhi oleh suami ketika suami mampu untuk memenuhinya, setelah kebutuhan dasar dalam keluarga tersebut terpenuhi. Sebagaimana firman Allah SWT ".....dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf....." Dan juga dijelaskan dalam hadist Rasulullah SAW, ".......dan hak mereka para istri atas kalian adalah menafkahi mereka dengan cara yang baik". Dalam dalil nash tersebut menjelaskan bahwa nafkah bersifat umum meliputi kebutuhan ekonomi keluarga, kebutuhan istri, dan kebutuhan suami sebagai personal. Tetapi, hal ini juga menjadi sebuah kelaziman bahwa hak belanja dan uang saku istri bagian dari ada angka minimal atau besaran spesifik nominal mata uang yang harus disediakan oleh suami. Hal tersebut merujuk pada kemampuan dan kelaziman pada masyarakat umumnya. Sebagaimana firman Allah SWT, "Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan". QS. At-Talaq7.Hal ini juga terdapat dalam Pasal 34 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa, "Suami memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya", dan selanjutnya dalam ayat 2 "Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya". Dengan adanya dalil nash dan dasar hukum diatas sudah jelas bahwasannya nafkah yang diberikan kepada istri itu tergantung kemampuan suaminya. 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya
Jakarta - Nafkah istri perlu ditunaikan oleh suami. Ketika ijab kabul telah sah, maka kedua mempelai dalam sebuah pernikahan resmi menjadi pasangan suami istri. Saat itu juga, hak dan kewajiban keduanya mulai berlaku, termasuk nafkah suami terhadap merupakan tanggung jawab suami, sehingga ia wajib memberi nafkah kepada istrinya. Sebagaimana dinyatakan pada sejumlah firman Allah dalam Al-Qur'an, Surah An-Nisa ayat 34اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ Arab Latin ar-rijālu qawwāmụna 'alan-nisā`i bimā faḍḍalallāhu ba'ḍahum 'alā ba'ḍiw wa bimā anfaqụ min amwālihimArtinya "Laki-laki suami adalah penanggung jawab atas para perempuan istri karena Allah telah melebihkan sebagian mereka laki-laki atas sebagian yang lain perempuan dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari hartanya."Nabi SAW dalam haditsnya juga mewajibkan suami untuk menafkahi istrinya. Diriwayatkan dari Jabir RA, Rasulullah bersabda dalam khutbahnya saat haji wada"Bertakwalah kepada Allah dalam soal wanita, sebab mereka itu adalah tawanan di tangan kalian. Kalian ambil mereka dengan amanat Allah dan kalian halalkan kemaluannya dengan kalimat Allah. Bagi mereka rezkinya atas kalian, begitu pula pakaiannya, dengan cara yang makruf." HR MuslimSyarat Istri yang Berhak Mendapatkan NafkahMelansir buku Perkawinan Idaman oleh Syaikh Mahmud Al-Mashri, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi agar istri bisa mendapatkan haknya1. Akad nikah harus sah dan benar2. Istri harus menyerahkan diri kepada Istri memberi kesempatan kepada suami untuk Istri tidak menolak jika diajak pindah oleh suaminya kemana pun ia Istri layak dan bisa jika syarat tersebut tidak terpenuhi, maka nafkah terhadap istri hukumnya tidak Nafkah Suami Terhadap IstriDijelaskan dalam Buku Lengkap Fiqh Wanita oleh Abdul Syukur Al-Azizi, banyaknya nafkah yang harus diberikan suami kepada istri adalah yang makruf atau dari madzhab Hanafi, Maliki, dan Hambali membatasi nafkah bersifat wajib yakni yang sekiranya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kecukupan di sini berbeda-beda tergantung kondisi suami dan juga mengatakan dalam Surah At-Talaq ayat 7, bahwa besaran nafkah untuk istri berdasarkan kemampuan sang ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًاArab Latin Liyunfiq żụ sa'atim min sa'atih, wa mang qudira 'alaihi rizquhụ falyunfiq mimmā ātāhullāh, lā yukallifullāhu nafsan illā mā ātāhā, sayaj'alullāhu ba'da 'usriy yusrāArtinya "Hendaklah orang yang lapang rezekinya memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari apa harta yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan sesuai dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan kelapangan setelah kesempitan."Dalam hal nafkah yang perlu dipertimbangkan adalah keadaan suami. Sehingga meskipun nafkah wajib adalah yang bisa mencukupi kebutuhan keduanya, perlu juga memerhatikan kondisi keuangan atau perekonomian Istri dan Uang Belanja Apakah Sama?Nafkah istri dan uang belanja dijelaskan dalam buku Muslimah Sukses Tanpa Stres oleh Dr. Erma Prawitasari, bahwa nafkah istri adalah pemberian rutin dari suami yang dikhususkan bagi setiap istri. Untuk suami kaya, istri berhak meminta nafkah atau gaji lebih besar sesuai dengan status keduanya dalam tetapi bagi suami yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga, ia termasuk orang yang berhak menerima nafkah dari kerabatnya yang kaya atau zakat dari pemerintah. Tentu istrinya harus memahami kondisi ini dan bersedia menerima nafkah qana'ah merupakan salah satu kunci kebahagiaan rumah tangga. Ketika Fatimah binti Rasulullah SAW mengeluhkan pekerjaan rumah yang melelahkan, sementara suaminya tidak mampu menyediakan pembantu, Nabi SAW mengajari Fatimah konsep qana' أَدُلُّكُمَا عَلَى مَا هُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ؟ إِذَا أَوَيْتُمَا إِلَى فِرَاشِكُمَا، أَوْ أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا، فَكَبِّرَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ، وَسَبِّحَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ، وَاحْمَدَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ، فَهَذَا خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍArtinya "Maukah kalian berdua aku tunjukkan kepada sesuatu yang lebih baik dari seorang pembantu? Jika kalian hendak tidur, ucapkanlah takbir 33 kali, tasbih 33 kali, dan tahmid 33 kali. Hal itu lebih baik dari seorang pembantu."Itulah penjelasan mengenai nafkah istri dari seorang suami dalam Islam. Simak Video "Motif Suami Bunuh Istri di Kebun Karet Prabumulih" [GambasVideo 20detik] lus/lus
0% found this document useful 0 votes26 views4 pagesOriginal TitleANTARA NAFKAH ISTRI DAN UANG © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes26 views4 pagesAntara Nafkah Istri Dan Uang BelanjaOriginal TitleANTARA NAFKAH ISTRI DAN UANG to Page You are on page 1of 4 You're Reading a Free Preview Page 3 is not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Jakarta - Diriwayatkan lewat beberapa hadits saat para istri Rasulullah SAW meminta uang tambahan belanja. Para istri Rasulullah SAW menganggap nafkah yang diberikan masih ajaran Islam, suami wajib memberikan nafkah bagi istri dan juga keluarganya. Hal ini termaktub dalam Al-Qur'an surat An Nisa ayat 34ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا Arab-Latin Ar-rijālu qawwāmụna 'alan-nisā`i bimā faḍḍalallāhu ba'ḍahum 'alā ba'ḍiw wa bimā anfaqụ min amwālihim, faṣ-ṣāliḥātu qānitātun ḥāfiẓātul lil-gaibi bimā ḥafiẓallāh, wallātī takhāfụna nusyụzahunna fa'iẓụhunna wahjurụhunna fil-maḍāji'i waḍribụhunn, fa in aṭa'nakum fa lā tabgụ 'alaihinna sabīlā, innallāha kāna 'aliyyang kabīrāArtinya Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha dari buku 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW oleh Fuad Abdurahman, suatu hari semua istri Rasulullah SAW berkumpul dan saling melontarkan keluhan. Mereka merasa tidak mendapatkan nafkah dan perhiasan yang layak. Dalam arti lain, mereka meminta nafkah lebih sebagai tambahan uang SAW yang mendengar keluhan ini kemudian memberi dua pilihan yakni bersabar hidup apa adanya dengan beliau atau hidup mewah tetapi berpisah dari beliauSebagai seorang kepala rumah tangga yang mencintai para istrinya, Rasulullah SAW merasa gundah atas keluhan ini. Sampai beliau menampilkan wajah lama setelah kejadian ini, dua sahabat Rasulullah SAW yakni Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khattab mendatangi rumah beliau dan mendapati wajah Rasulullah SAW yang muram. Kedua sahabat yang juga mertua Rasulullah SAW ini akhirnya mengerti bahwa kegundahan berakar dari para istrinya. Karena saat itu para istri Rasulullah SAW tengah Bakar dan Umar kemudian berusaha meredakan kegundahan Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, seandainya aku mendapati putriku menuntut nafkah kepadamu, aku pasti akan mencekik lehernya," ujar Abu Bakar yang tak lain adalah ayah dari pun mengucapkan kata-kata yang sama berkaitan dengan putrinya, itu, dua sahabat Rasulullah SAW ini menemui putrinya masing-masing. Tanpa pikir panjang, mereka ini mencekik leher putrinya, ada riwayat yang menyebutkan memukul tengkuk, seraya menghardik,"Kamu menuntut sesuatu yang tidak sepatutnya kepada Rasulullah SAW!"Mendengar sang ayah marah, istri Rasulullah SAW ini lantas memberi jawaban, "Demi Allah, kami tidak akan menuntut sesuatu yang tidak dimiliki Rasululah SAW," jawab Aisyah dan kejadian ini, Rasulullah SAW kemudian meninggalkan istri-istrinya selama satu bulan, ada yang menyebut 29 hari dan 30 hari. Pada saat ini pula Rasulullah SAW menerima wahyu Allah lewat surat Al-Ahzab ayat 28-29Surat Al-Ahzab Ayat 28يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًاArab-Latin Yā ayyuhan-nabiyyu qul li`azwājika ing kuntunna turidnal-ḥayātad-dun-yā wa zīnatahā fa ta'ālaina umatti'kunna wa usarriḥkunna sarāḥan jamīlāArtinya Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu "Jika kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang Al-Ahzab Ayat 29وَإِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ فَإِنَّ ٱللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَٰتِ مِنكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًاArab-Latin Wa ing kuntunna turidnallāha wa rasụlahụ wad-dāral-ākhirata fa innallāha a'adda lil-muḥsināti mingkunna ajran 'aẓīmāArtinya Dan jika kamu sekalian menghendaki keridhaan Allah dan Rasulnya-Nya serta kesenangan di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang bin Abdullah meriwayatkan, "Lalu, Nabi mendatangi 'Aisyah."Disebutkan, bahwa Rasulullah SAW mengatakan kepada istrinya, Aisyah akan turunnya ayat ini. Beliau berpesan agar ia tidak tergesa-gesa dalam memberikan kemudian berkata, "Apakah dalam memilih engkau aku harus meminta pendapat kepada kedua orang tuaku?" tanya Aisyah. Dan kemudian ia menjawab tegas, "Aku memilih Allah, Rasul-Nya dan negeri akhirat."Rasulullah SAW kemudian menyampaikan, "Tidaklah seorang pun dari mereka yang bertanya, melainkan aku akan memberikan jawabannya."Jabir menutup penuturannya sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dengan menyampaikan sabda Rasulullah SAW "Sesungguhnya Allah SWT tidak mengutusku sebagai seorang yang menyusahkan ataupun menjerumuskan orang lain pada kesusahan," pungkas beliau, "Allah mengutusku sebagai pemberi pelajaran dan kemudahan." Simak Video "Motif Suami Bunuh Istri di Kebun Karet Prabumulih" [GambasVideo 20detik] dvs/erd
antara nafkah istri dan uang belanja muslimah corner